Malam minggu kemarin, saya dan istri berkesempatan menonton sekuel dari sebuah film legendaris Ada Apa Dengan Cinta? yang dulu pertama tayang di 2002. Tak bisa dipungkiri, kami memang menunggu film ini. Dan, melalui tulisan ini saya ingin berbagi perasaan dan kesan dari acara nonton kami ini. Sebagai pengingat, ini bukan tulisan review film sebagaimana teman saya biasa lakukan. Saya jauh dari kapasitas itu.
Buat saya pribadi, Rangga yang dalam adegan terakhir pergi untuk menggapai cita-cita demi Cinta adalah representasi diri. Saya menonton film AADC dulu dengan kondisi LDR (Long Distance Relationship) karena harus mencari kuliah gratisan di Jakarta. Sementara “si Cinta” yang ingin saya ajak menonton sedang pula kuliah di Jogja, yang ini tidak gratisan.
Rangga yang menjanjikan akan kembali dalam satu purnama untuk Cinta. Sedangkan saya adalah seorang anak culun, yang menganggap semua anak SMK hanya akan lulus dan mencari kerja. Tiba-tiba harus “setengah gila” mendapati pujaan hatinya kuliah di Jogja, kedokteran gigi pula !!! Maka mengutip janji si Rangga, saya pun berjanji akan pulang dengan bangga demi mendapatkan cintanya. Bukan untuknya, tapi untukku. Hash…
Saya yakin, banyak sekali setting yang secara magis mengikat para fans seperti saya dan istri. Tidak heran tiket bioskop untuk film ini laris manis, bahkan kalau bisa pesan di depan. Beruntung saya sempat beli tiket di pagi hari dan menonton di malam harinya, bersama si Cinta yang telah kudapatkan cintanya. Hingga sekarang beranak 2(dua). Iya, dua, seperti AADC yang sudah menyertakan angka dua di belakang judulnya. Tapi kami menonton film ini hanya berdua, tanpa anak-anak karena memang film ini ratingnya untuk remaja/dewasa.
Soal drama, saya rasa film ini tidak terlalu drama dalam hal alur cerita. Sebagai contoh, kenapa kemudian si Rangga memutuskan Cinta hanya melalui secarik kertas surat di era modern ini. Ternyata hanya karena Rangga merasa tidak mampu memenuhi bisikan Ayah Cinta saat kunjungan ke New York sebelumnya. Dia merasa belum mapan dan bisa membahagiakan sang pujaan hati.
Rasa malu yang seolah sederhana sekali, namun sudah kian langka untuk saat ini.
Kemudian, yang senantiasa di tunggu dari Rangga tentu puisi-puisinya. Belum lekang dari ingatan betapa film AADC sangat bisa memasyarakatkan sastra dan mensastrakan masyarakat. Bahkan, buku AKU karya Sumandjaya mendadak laris dan dicetak ulang. Begitu juga dalam sekuelnya di AADC2, Rangga tetap mempesona dengan puisi-puisinya.
Si Cinta tetap sangat mendamba puisi dari Sang Rangga. Bacalah puisi dengan judul “Batas”. Yang kemudian akhirnya mampu mengubah segala asumsi ending dari AADC2:
Batas – M. Aan Mansyur
Semua perihal diciptakan sebagai batas. Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain. Hari ini membatasi besok dan kemarin. Besok batas hari ini dan lusa. Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara dan kantor walikota, juga rumahmu dan seluruh tempat di mana pernah ada kita.
@hartantoID
Tapi tetap bagiku Milly adalah juaranya 😆
sepakat, juara mencairkan suasana, hehehehe…..
thanks udah mampir, salam kenal.
Tulisannya bagus mas… Saya yg belum sempat nonton jd tambah penasaran.
Terima kasih Mas Wawan, saya senang kalau tulisannya jadi bermanfaat, dalam kasus ini bikin orang penasaran nonton filmnya, hehehe. Buruan nonton mumpung long weekend…