Kamisharing

N untuk Nyali

Post kali ini bukan tentang nyali mengajak berkelahi ataupun bertengkar. Namun, ini cerita tentang pemimpin. Apa yang membuat seseorang menjadi pemimpin dan bagaimana kita belajar dalam setiap pekerjaan kita, apapun kerjanya.

Gemetar rasanya waktu saya harus menghadap pimpinan saat itu. Setelah berulang kali saya cek dan cek ulang sebuah laporan tentang proyek pertama yang saya handle untuk perusahaan tempat saya baru berpindah kerja saat itu.

Sebagai orang dengan background keuangan, saya merasa sudah sangat hati-hati mengelola pelaporan keuangan untuk proyek ini. Tapi tetap saja hasil akhirnya minus. Ratusan juta pula. Untuk proyek pertama, dan orang baru di sebuah korporasi menengah ini, saya tidak bisa menyembunyikan kegelisahan saya.

Akhirnya, sudah tiba saatnya untuk mulai memaparkan pelaporan akhir proyek ini. Dan, pada baris terakhir saya laporkan saat itu;

Maaf Pak, proyek kali ini menghasilkan kerugian untuk perusahaan.

Hening, rasanya dunia berhenti. Ruangannya terasa sepi sekali, ditambah lagi hanya ada saya dan Beliau saja di ruangan itu.

“Ya sudah, Namanya juga dagang ya adakalanya untung dan kadang rugi.”

Singkat, memecah kesunyian dan ketakutan saya. Sudah? Sesederhana itu kah? Beginikah rasanya berwirausaha secara praktis? Ya, benar ini adalah cerita tentang proyek pertama saya di lapangan. Bukan lagi di belakang meja.

Kawah Praktik Lapangan

Setelah belajar di bangku kuliah yang sudah terpola untuk menghasilkan banker, sepanjang beberapa tahun berikutnya saya hanya mengamati bisnis dari atas kertas. Memang betul saya bisa membaca dan menganalisa bisnis lintas sectoral, tapi ya sekadar diatas kertas. Dari laporan keuangan yang ada, dari berbagai indikasi yang terbaca dari analisa atas berbagai komponen di dalamnya.

Setelah memutuskan untuk berpindah tempat kerja. Mindset tentang bisnis benar-benar harus didobrak sedemikian rupa. Hal itulah yang rupanya menjadi agenda tersembunyi atasan langsung saya, yang kebetulan pemilik langsung usaha berupa korporasi lokal kelas menengah ini.

menjadi pemimpin yang baik
Ternyata menjadi pemimpin itu hanya perlu N 😀

Memang sama, bisnisnya lintas sektor mulai dari hotel sampai rumah sakit, mulai dari restoran hingga konstruksi. Bedanya saat ini adalah bahwa saya tidak hanya mengamatinya dari atas kertas kerja audit dan/atau analisa laporan keuangannya. Saya dipaksa belajar lembar demi lembar kejadian nyatanya.

Tidak pakai agenda perkenalan berlama-lama, saya langsung diminta terlibat dalam sebuah proyek milyaran. Ya, milyaran pertama saya. Sebuah pekerjaan perbaikan jalur gas di area jawa barat yang mengalami lengkungan di tengah area sungainya. Jadilah itu kawah pertama bagi saya yang tidak akan terlupa.

Teknis dan Non-Teknis

Banyak sekali shock yang saya alami. Mulai dari perkara teknis dan non-teknis. Mulai dari perihal bicara dengan manager pelaksana hingga meredam protes warga. Semuanya pengalaman baru, di dunia baru, di area yang sama sekali tidak pernah saya sentuh sebelumnya.

Maka jadilah saya harus menyingsingkan lengan baju dalam arti seutuhnya; secara fisik maupun psikis. Pagi hingga petang saya letakkan pena yang biasanya menjadi alat kerja saya, berganti dengan berbagai piranti keras pekerjaan lapangan lainnya. Sore hingga malamnya waktunya saya kembali berkutat dengan kertas kerja pelaporan dan segala hal terkait administrasinya.

Memberikan saya pengalaman utuh tentang pekerjaan fisik sesungguhnya. Membawa saya kepada pengalaman masa beberapa bulan setelah lulus SMK.

Kuli Bangunan dan PHK Pertama

Waktu itu sekitar akhir tahun 2002. Saya yang lulusan SMK beradu kondisi dengan susah mencari kerja. Ibu saya, pahlawan saya selama-lamanya, mencoba mencarikan kegiatan untuk anaknya agar tidak malu katanya.

Diikutkannya saya dalam rombongan proyek dari kenalannya. Laden, itu posisi saya. Tugasnya membawakan adukan semen dan pasir kepada tukang sepanjang posisi dia dalam bangunan. Jika sudah mulai naik pasangan batu bata, maka adukan (mortar) itu juga harus dibawa ke lokasi beliau diatas.

Saya, yang waktu itu memegang ijazah SMK Tekstil jurusan Finishing, masih berharap bisa terlibat hingga akhir proyek. Sehingga bisa masuk kerja di lokasi tersebut karena kebetulan yang dibangun saat itu adalah pabrik tekstil. Tapi apa daya, hanya bertahan sekitar 20 hari dan saya pun mengalami PHK pertama kali.

Belakangan saya paham, bahwa memang semakin mendekati finishing maka kebutuhan laden pun menurun. Jadi hanya perkara pengelolaan proyek saja yang mengakibatkan saya mengalami PHK pertama.

“Bapak tuh pasti pernah ngalamin jadi kuli bangunan ya? Kelihatan banget kalo sayang sama tukang dan laden.” Sebuah kalimat dari Mang Enggol, tukang di proyek saya sendiri, sekitar dua puluh tahun setelahnya.

Apa yang Membuat Seseorang Menjadi Pemimpin?

“Pak Tan, ini namanya Laporan Perhitungan Laba Rugi kan?”

Tanya Boss saya, yang membuyarkan lamunan saya. Di ruangan meeting itu, jauh setelah jam kantor berakhir, hanya kami berdua. Dan itu adalah awal kebiasaan kami untuk deep talk. Yang sejatinya, menjadi wadah saya belajar dari Beliau secara intensif.

“Iya Pak, memang itu penamaan standarnya secara profesi” jawab saya secara lugu. Secara saya karyawan baru, mau setinggi apapun posisi saya di kantor itu, pun yang bertanya di depan saya adalah atasan saya, pemilik perusahaan pula.

“Kalo emang namanya gitu, ya berarti sah-sah saja kalo hasil hitungannya rugi kan?” tukas Beliau, santai. Membuat saya tidak bisa menahan untuk bertanya;

Kenapa bisa sesantai itu Pak?

Lanjut lah pembicaraan itu menjadi catatan penting bagi saya. Tentang wirausaha secara umum, hingga ajaran strategis dan taktis lainnya. Di mana yang terpenting dari momen itu adalah tentang nyali. Yang selalu beliau ulang-ulang;

beda pemimpi dan pemimpin
Ucapan tentang menjadi pemimpin dari bos saya saat itu

Ya, Beliau dan akhirnya satu kantor, memang lebih suka memanggil saya dengan suku kata tengah nama saya. Semua nasihat Beliau menjadi bekal berharga bagi perjalanan panjang saya berikutnya. Yang khusus dari kejadian kali ini adalah, bahwa ini merupakan proyek pertama saya, lebih tepatnya proyek milyaran pertama saya. Yang anehnya, impact ke saya justru menebalkan makna wejangan a la Jawa yang sudah lama jadi pegangan saya;

“Ojo gumunan, ojo getunan, ojo kagetan, ojo aleman”

Memang sudah lama itu jadi salah satu “sangu” saya sebagai orang keuangan. Sehingga berapapun angka yang tertera dalam data saya tidak menjadikan saya silau. Tapi bedanya memang, ini laporan dari sebuah pekerjaan yang saya terlibat langsung, sementara laporan yang biasanya saya audit dan analisa adalah hasil kerja orang lain.

Membaca Diri, Membaca Orang Lain

Dari kejadian di atas, jadilah bekal bagi saya untuk mengenali berbagai fenomena sesama pengusaha pemula. Tidak sedikit dari rekan saya yang terasa sekali “kagetan”-nya. Dan, itu pun menjadi alasan terjadinya kejadian-kejadian miss-management berikutnya.

Berapa banyak dari kita yang menyaksikan pedagang kecil jadi kalap saat menerima order membludak? Sehingga seolah untungnya tidak terasa?

Benarlah kemudian kata salah satu mentor saya, yang juga dosen favorit saya, dosen mata kuliah audit;

“Salah satu dari privilege orang akunting adalah tahu konsep debet-kredit, jadi tidak heboh jika lihat sisi asset yang mengkilat. Yang ada orang akunting atau auditor lebih tepatnya akan menguji sisi liability sebagai penyeimbangnya. Kalau lebih banyak dari sisi ekuitas, baru beneran keren.”

Leave a Reply