Mas, apa yang harus dimiliki untuk mulai usaha; percaya diri atau berani?
Sebuah pertanyaan mendarat di sesi ngopi pagi yang seharusnya lebih santai. Tapi namanya juga saya ditraktir, ya tidak pantas rasanya kalo saya kaget atas pertanyaan tadi. Ditambah lagi, ini bukan kali pertama ada teman yang nanya begitu kepada saya.
Dan, seperti biasanya saya selalu menjawab dengan pertanyaan balik; kenapa nanyanya ke saya? Karena seringkali pertanyaan justru datang dari teman sepermainan, seumuran, dan bahkan tidak jarang dari seseorang yang secara usia lebih tua.
“Sederhana saja Mas, kan memang saya pengen mulai berwirausaha. Kira-kira apa yang harus dipersiapkan?”
3 Persiapan Berwirausaha ala Hartanto
Kalau ditanya apa saja persiapan berwirausaha, setidaknya ada 3 hal yang perlu dipersiapkan oleh semua orang, yaitu:
1. Komitmen dan Harganya
Banyak yang menyampaikan bahwa modal utama bisnis adalah kepercayaan. Tapi tidak banyak yang bersedia menceritakan bagaimana kepercayaan itu diperoleh. Sebagai contoh saja, modal untuk berjualan segerobak bakso barangkali tidak lebih dari sekitar Rp 5juta lengkap satu gerobak berikut isinya. Jika melihat angka itu hari-hari ini, rasanya siapa saja dengan kemauan kuat bisa memperoleh modal itu dengan cepat. Melalui pinjaman kepada teman misalnya.
Tapi harga modal itu tidak berhenti di angka 5juta, yang kemudian bisa dikembangkan menjadi aktivitas jualan berbulan dan tahun lamanya. Yang tentunya sudah sering kita dengar cerita penjual bakso yang sukses kemudian memilliki kedai sendiri, dan bahkan berhasil membentuk kelompok usaha berpuluh gerobak jumlahnya.
Mari kita kilas sebentar, bagaimana tidak semua orang berhak mendapat modal 5juta itu. Dan bagaimana orang lainnya bisa dengan mudah memperolehnya? Ya, kepercayaan. Lalu bagaimana jika 5juta itu diperoleh dari pinjaman pertama kalinya?
“Dalam pengalaman saya, komitmen untuk menepati janji di tahap pertama transaksi seringkali adalah kunci terbukanya kepercayaan yang sangat berharga untuk kesuksesan berikutnya.”
Bahkan, seringkali lebih mahal dari sekadar hitungan untung-rugi atas besarnya modal itu sendiri. Misalnya, dalam memenuhi janji pengembalian utang 5juta modal awal tadi, seorang pemula bisa saja bahkan menelan kerugian untuk sekadar bisa mengembalikan utangnya. Tapi yang terjadi sebenarnya adalah dia sedang membeli kepercayaan sebagai modal berikutnya.
2. Berencana dan Berani Mewujudkannya
Setelah kepercayaan diperoleh sebagai modal dasar, maka menjaganya menjadi tugas berikutnya yang tidak kalah menantang. Untuk hal yang berikutnya ini, seperti juga seharusnya di tahap awal sebelumnya, seharusnya kegagalan tidak boleh muncul di benak setiap orang yang akan berwirausaha. Tentu juga untuk hal yang berikutnya, dan berikutnya lagi.
“Lalu bagaimana caranya Mas?” ternyata teman saya ini masih menyimak dan melanjutkan pertanyaannya. Membuat saya jadi kembali ingat bahwa dia sedang mau memulai usahanya di kota tempat tinggal saya. Beliau ini niat sekali untuk mewawancara saya di setiap kesempatan ngopi pagi bareng. Sementara saya paling suka menggali cerita masa lalu darinya, yang kebetulan satu almamater dengan saya.
“Fokus, Bergerak, dan Bersabar. Karena akan selalu ada masanya dalam setiap usaha waktunya untuk kondisi kita berhasil, atau kondisi di mana kita harus belajar.”
Dalam pemahaman saya saat ini, yang sangat membedakan antara pola pikir saya saat menjadi karyawan sebuah korporasi besar, kemudian berpindah kepada korporasi kecil dengan posisi yang lebih dekat kepada pemilik, hingga sekarang menjalani usaha sendiri, adalah keterdesakan untuk senantiasa bergerak dan mencari solusi yang terasa lebih terasah. Atau lebih tepatnya; dipaksa untuk diasah.
Maka benarlah kiranya yang disampaikan oleh Pak Sandiaga Uno dulu; bahwa entrepreneurship itu bukan sebentuk profesi melainkan pola pikir untuk selalu menemukan solusi dari sebuah keadaan. Jika itu yang menjadi dasar, maka siapapun kita mampu menjadi entrepreneur dalam setiap ruang lingkup aktivitas kita. Kita bisa jadi ASN yang entrepreneur, karyawan yang entrepreneur, atau juga bahkan pengusaha yang entrepreneur.
3. Berserah, Berpasrah, Berkah
Barangkali sudah tidak terhitung kejadian di mana saya merasa sudah lama tidak bergerak. Lalu saya putuskan untuk sekadar berperjalanan, menjalin silaturahmi baik kepada kenalan lama atau membuat jaringan baru.
Lalu kemudian hasilnya pintu rejeki berikutnya justru bukan dari tempat di mana saya bertandang, melainkan dari pihak nun jauh di sana yang bahkan tidak ada dalam list kita? Setiap kejadian itu mengingatkan saya kembali kepada kenyataan bahwa tugas kita hanya berusaha, sedangkan hasil sudah ditentukan oleh-Nya.
Justru, setiap kejadian serupa d iatas semakin memantapkan langkah saya. Bahwa ini jalan yang memang sudah disiapkan oleh-Nya. Setidaknya dalam setiap perjalanan ini saya dapati pembelajaran untuk senantiasa berpasrah. Sehingga setiap keberhasilan yang dipergilirkan untuk kita bisa menikmatinya, membawa kita untuk lebih dekat kepada-Nya.
Wirausaha – Kenapa Gak?
Mungkin 3 persiapan berwirausaha yang saya sebutkan bukanlah persiapan yang teoritis – yang kita bisa dapatkan dalam buku-buku wirausaha lainnya. Namun, 3 persiapan membuka usaha di atas adalah dari pengalaman saya sendiri.
Dari semua pengalaman yang pernah saya lalui dan lewati, semua membawa pikiran saya ke satu hal:
“Portal dari setiap peningkatan selanjutnya adalah melalui bagian dari dirimu yang kamu hindari. Karena pertumbuhan sering diawali dengan ketidaknyamanan”
Jika kamu tidak siap dengan ketidaknyamanan, seperti yang saya ceritakan di kisah 3B – Bergerak, Bertahan dan Bertumbuh, ada baiknya berpikir ulang untuk memulai usaha ini. Sebaliknya, jika siap, kenapa gak mulai persiapan berwirausaha sekarang?