Reboan

Pilih Mana : Resign atau Dipecat ?

Sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu, saya kedatangan seorang tamu spesial. Saat itu memang posisi saya sudah sebagai VP di sebuah konglomerasi kecil. Di kota yang juga belum besar. Tamu spesial itu adalah seorang kakak kelas di SMK dulu.

Spesialnya, tamu – kakak kelas saya ini, membawa sebuah pertanyaan. Pertanyaan itu adalah:

Pilih Resign atau Dipecat?

pilih resign atau dipecat
Comfort vs Adveture (IG post by @hartantoID)

Sebelumnya bisa baca juga : 5 Tips Resign Untuk Dicermati

Memang bukan tanpa sebab. Sebelum akhirnya bertemu kami memang intens berkomunikasi jarak jauh. Banyak hal kami bicarakan. Tentu tidak lepas dari kondisi masing-masing. Di aktivitas keseharian.

Beliau adalah seorang country manager sebuah perusahaan investasi asing. Yang baru melebarkan sayap di negara kita. Sehingga banyak hal saya belajar darinya. Salah satunya ya terkait pertanyaan itu tadi: pilih Resign atau Dipecat?

Hubungan Kerja adalah Hubungan Professional

Menariknya dari obrolan kami adalah; kami melakukannya pada saat sama-sama jadi kuli. Sekeren apapun gelar kami saat itu : Vice President Director dan Country Manager. Tetap saja kami adalah orang gajian. Yang tidak memiliki perusahaan itu.

Kami do-ers, bukan owners. Jadi, awareness kami tentu seharusnya berbeda terkait hubungan kerja.

Di awal kami sama-sama bersepakat. Bahwa hubungan kerja antara karyawan dan pemilik adalah murni hubungan professional. Memang tidak jarang beberapa teman di posisi seperti kami atau yang lainnya diberi apresiasi seolah sebagai anggota keluarga pemilik. Tapi tetap saja, berbeda pada kenyataannya.
Dalam kerangka hubungan professional itulah kemudian kita berdiskusi. Bahwa harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban.

pilih resign atau dipecat

Hak dan Kewajiban Professional

Sederhananya, para pekerja mendapat kompensasi finansial. Baik itu gaji, bonus, fasilitas, dan sederet allowances lainnya. Sebaliknya, pemberi kerja mendapatkan performa. Mulai dari capaian target, pemenuhan peran, dan sekumpulan tanggung jawab pekerjaan lainnya.

Idealnya, kedua hal tersebut diatas berlaku seimbang. Antara kompensasi yang diberikan dengan performa yang diberikan. Pekerja tersejahterakan. Pemberi kerja bahagia.

Pada kenyataannya, hubungan antara keduanya senantiasa dinamis. Terkadang pekerja merasa terdhzolimi. Tak jarang pemberi kerja kurang happy. Di sinilah konflik bermula.
Dari sudut pandang pekerja. Sekali lagi, karena kami membahasnya pada saat itu sebagai pekerja. Saat hak yang kita nikmati kurang berimbang dengan kewajiban yang telah kita tunaikan. Maka secara professional sebaiknya kita resign. Mencari keseimbangan baru dengan pemberi kerja baru.
Atau, jika kita menikmati lebih dari hak yang pantas atas performa kita untuk perusahaan. Alangkah bijaknya jika kita juga resign. Sebelum pemberi kerja memecat kita. Di situlah pertanyaan itu muncul: kita memilik resign atau dipecat?

Hak dan Kewajiban dalam Partnership

Sekarang, setelah memutuskan menjadi full-time entrepreneur, keseimbangan itu tetap menjadi concern saya dan tim. Kenyataan bahwa tidak mungkin kita mewujudkan setiap ide bisnis dengan resources sendiri, membuat partnership dan/atau hadirnya investor adalah sebuah keniscayaan.

resign atau dipecat ataukah memulai usaha baru
Proklamasi Kerjasa (IG post by : @hartantoID)

Sebagai pandangan lain dalam partnership, bisa juga dibaca: 3 Tips Investasi a la Raden Kopi

Seperti hubungan antara pekerja dan pemberi kerja, partnership juga mengalami dinamika. Yang bahkan lebih berwarna. Hal ini diperkuat lagi dengan kondisi bahwa di awal kerjasama, kedua pihak akan berdiri setara. Sehingga tawar-menawar terkait hak dan kewajiban dalam partnership agreement ini menjadi sangat cair.

Selayaknya dalam hubungan pekerja-pemberi kerja, hubungan antar partner bisnis juga seharusnya berada dalam ekuilibrium. Jika tidak, tentu dinamika hubungan itu akan menemukan kembali keseimbangannya. Entah dengan memperbaharui proporsi, atau yang paling buruk adalah putusnya hubungan kerjasama antara kedua pihak.

Menjadi professional dalam hal partnership adalah sesederhana menjadi proporsional sesuai dengan kapasitas diri. Karena dalam partnership, sinergi sangatlah harus diutamakan. Dan setiap pihak harus senantiasa berpandangan positif demi keberlangsungan usaha bersama.

Bagaimana dengan Hidup Kita?

Kalau kita harus menimbang antara hak dan kewajiban dalam hidup, tentu akan senantiasa tidak berimbang. Sudah menjadi watak dasar sepertinya, untuk setiap manusia mendahulukan untuk memperoleh hak dibandingkan memenuhi kewajiban.

Bahkan, tidak akan pernah memadai jika kita menghitung nikmat yang telah diberikan oleh Sang Pemberi Hidup dibandingkan dengan apa yang sudah kita lakukan untuk memenuhi perintah-NYA. Jika kita menggunakan batang-batang pohon sebagai pena dan air laut sebagai tinta untuk menuliskannya. Pun tidak akan tercukupi tulisan kita atas nikmat-nikmat dari-NYA.

Maka merujuk pada perumpamaan sebelumnya; apakah yang seharusnya kita lakukan dengan hidup kita. Tentu pilihannya bukan resign atau dipecat.

Sebab kalau kita resign, di kolong langit sebelah mana akan kita hidup? Sedangkan DIA adalah pemilik sekujur alam semesta.

Pun, tidak mungkin kita dipecat. Karena DIA adalah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Rahman dan Rahiim, itu fitur utama-NYA.

@hartantoID

Leave a Reply