Kamisharing

Tarif dan Etos Kerja

KamiSharing kali ini masih seputaran bisnis bengkel mobil juga… pengalaman yang baru aja terjadi minggu lalu. Pengalaman ini membuat terpikir tentang tarif dan etos kerja – mana yang harus diutamakan pelaku bisnis?

Ceritanya beberapa pekan yang lalu gerobak saya kena mogok di area ibu kota negara. Nah, karena sudah terbiasa dengan montir kampung, saya tetap coba kontak beliau untuk mendapatkan solusi.

Karena jarak, kemudian sang montir ini memberikan rekomendasi untuk kontak mekanik yang ada di seputaran lokasi. Jadilah saya berkomunikasi langsung dengan sang mekanik.

“Ongkosnya segini Pak, kalo Bapak oke kita menuju lokasi. Itu di luar parts dan bahan yang nanti misalnya harus dibeli” kata sang mekanik melalui saluran telpon.

“Sebentar Mas, itu apapun kerusakan mobil saya jasanya segitu? Mas kan belum lihat kondisinya? Sementara untuk bahan dan parts, ini udah menjelang maghrib, apakah kira2 masih ada toko yang buka? Atau Mas-nya sudah prepare semua untuk dibawa? Kan Mas belum tau kondisi mobil saya?” saya coba menanyakan ulang komitmen yang ditawarkan.

“Ya emang gitu Pak, pokoknya ongkos jasanya segitu. Nanti soal bahan dan alat yang dibutuhkan kita lihat di lokasi” tukasnya singkat.

“Ouw…baik Mas, kalo gitu mohon maaf belum bisa ya, saya lanjut dengan montir saya dari kampung saja untuk berperjalanan ke sini besok” tutup saya untuk tidak berlama-lama dalam negosiasi yang bagi saya absurd ini.

Fairness

Dalam pengalaman saya, model penawaran seperti contoh kasus di atas akan berakhir dengan tidak fair. Entah bagi konsumen nantinya, atau bisa juga bagi dia sebagai penyedia jasa. Yang payahnya, potensi untuk kecurangan pun mengikuti apabila kecenderungan yang terjadi adalah merugikan sang penjual jasa.

Dalam kasus tadi, yang saya bayangkan akan terjadi adalah;

Jika kerusakan yang menimpa mobil saya adalah ringan, maka kesepakatan di depan memberikan peluang untuk saya membayar lebih mahal dari tarif montir yang seharusnya.

Akan tetapi jika kerusakan yang terjadi adalah major maka dia terdorong untuk memberikan solusi seadanya.

Ini asumsinya pelanggan seperti saya yang benar-benar buta soal otomotif ya.

Lalu, bagaimana seharusnya?

Transparency

Saya paham, jika storing itu memberatkan bagi sang mekanik karena harus keluar dari tempat kerja dan melakukan pelayanan jasa di luar.

Tapi untuk kasus seperti saya, yang sebenarnya tidak terlalu jarang terjadi di dalam kejadian berkendara, maka seharusnya ada prosedur yang lebih menjaga kenyamanan kedua belah pihak.

Dalam bayangan saya, akan sangat mudah melanjutkan negosiasi jika yang disampaikan begini;

“Pak, in ikan kami harus storing, nanti ada charge untuk itu ya. Sementara jasa dan parts yang dibutuhkan akan kita bicarakan setelah kami lihat kondisi mobil Bapak”

Nah, kalo gitu kan saya juga pasti paham dan langsung oke. Apalagi kondisi ibu kota saat itu sedang hujan. Pasti merepotkan untuk berperjalanan ke luar.

Berangkat = Dapat Uang

tarif dan etos kerja 1

Akhirnya saya kontak teman saya yang montir kampung. Saya sampaikan keluhan saya atas rekomendasinya dan minta tolong agar dia saja yang ke lokasi keesokan harinya.

Responnya sungguh sangat membagongkan;

“Ya emang gitu Mas, kalo di ibu kota itu jalan kerja ya harus dapat uang, nggak perduli kerjaannya beres atau tidak. Beda sama kita yang orang kampung, kalo ada yang kesusahan ya niatnya nolong dulu, tokh njenengan minta tolong untuk sesuatu yang saya ada keahlian di bidang itu”

Ujar Montir Kampung yang jempolan

Jlebbb. Saya pun langsung kena mental. Rupanya di sini perbedaannya. Niat awalnya sudah berbeda, maka jangan harap standar komunikasinya beda.

Benarlah kata seorang guru yang berujar; teko hanya bisa mengeluarkan apa yang ada di dalamnya.

Isinya teh tawar, maka jangan harap akan keluar susu hangat yang putih dan segar. Bahkan untuk memaniskannya pun kita harus campur dan adukkan gula di dalamnya.

Tarif dan Etos Kerja – Mana yang Duluan?

Jadi pertanyaan berikutnya; untuk kasus di mana kita belum saling kenal dalam bertransaksi, sebaiknya disampaikan tarif dulu secara “professional” atau kita tunjukkan etos dan kemampuan kerja dulu?

Nah, kalo yang ini jawabannya bisa jadi sangat panjang.

Melibatkan banyak aspek dan kompleksitas kedua pihak.

Misalnya, kalo saja mekanik itu udah punya brand positioning yang jelas, di era sekarang orang dengan sangat mudah mengerti dengan penjelasan bahwa tarif sudah ditentukan sebagaimana tertera di website dan/atau sosial media, misalnya.

Pun demikian, tidaklah berdosa juga jika sang calon pelanggan memiliki preferensi pelayanan yang lebih personal sehingga baku tarif sebagaimana disampaikan menjadi kurang relevan.

Pada akhirnya, etos kerja dan tarif menjadi tidak penting diperdebatkan mana yang lebih didahulukan pada saat kita berada pada satu kasus spesifik.

Karena makin kekinian pola marketing semakin unique dalam konteks treatment ke masing-masing pelanggan.

Produk dan/atau layanan menjadi sangat customized mengikuti kebutuhan pelanggan, dan penjual atau penyedia jasa dituntut untuk senantiasa agile menghadapi perubahan.

2 Comments

  1. Aris Februari 29, 2024
  2. Hartanto Maret 27, 2024

Leave a Reply