Kamisharing

Runang

Banyak sekali masalah yang besar namun kemudian disikapi dan dimaknai dengan sangat kerdil. Ada banyak perkara yang seharusnya luas namun kemudian dikomentari secara sempit. Semua itu dilakukan oleh banyak orang, banyak kepentingan, banyak lisan berkata meski sampai tak jelas yang mana yang merupakan cerminan fikir dan yang mana yang merupakan cerminan fakir. Dalam istilah ayah saya, ini “runang” namanya (sing seru ingkang menang-yang lantang yang menang).

Hari-hari ini para makmum sedang berfikir untuk menerima atau tidak imam-nya, untuk dapat mengarungi perjalanan 5 tahun mendatang yang sudah barang tentu tidak ada salahnya kalau kita bayangkan penuh dengan kesulitan yang harus dihadapi. Dalam pada itu akhirnya banyak dari kita yang terjebak dalam cara berpikir yang picik, yang sempit, yang bahkan pada akhirnya lepas dari arti (apalagi makna) dari kata yang sedang dipergunjingkan.
Menengok para pembesar kita terlebih dahulu; yang meng-atas nama-kan rakyat bersama-sama membentuk satu poros, koalisi, gabungan, atau apapun namanya, untuk berusaha merumuskan segenap strategi yang sejatinya sebagai arah bangsa ini melaju 5 tahun ke depan.
Namun apa yang bisa kita lihat dengan mata telanjang kami, dengan mata kami yang hanya menamatkan sekolah dasar untuk kemudian menjadi kuli & PKL, dengan mata telanjang kami yang tentu lebih sejuk untuk melihat acara komedi di TV?
Yang kami lihat hanya para pembesar dengan kepentingan kecil, yang bisa kami saksikan hanya sosok yang dibungkus pakaian rapi baik untuk raganya maupun keinginannya, yang bisa kami indera-kan hanya para terpelajar yang mungkin belum sempat belajar untuk bisa melihat kami, mewakili kami, menolong kami, membimbing kami, menuntun kami, menjadi Imam kami.

Salahkah kami yang hanya bisa melihat dengan kekaguman pada pemimpin yang sekarang?salahkah kami yang masih mempunyai harapan untuk bisa dipimpin lagi oleh beliau 5 tahun mendatang?
Keterbatasan dasar kami untuk melihat bukan berarti bisa diobati dengan adu mulut yang sejatinya hanya runang?

Dengan mata telanjang ini kami ingin coba sampaikan penglihatan kami, impian kami, bayangan indah kami.
Betapa indahnya apabila kita bisa berjama’ah sholat dalam hal ini?
Dengan sebelumnya bersama-sama merasa terpanggil dengan panggilan yang sama, dengan sebelumnya bersuci untuk memasuki arenanya yang telah kita sucikan pula, kemudian kita memuja keagungan-Nya dalam mengharap ridho-Nya untuk meluruskan niat kita dan melancarkan usaha kita, lalu kita terima siapapun imam kita dengan kriteria-Nya dan bukan kriteria kita yang kecil ini, lalu kita merapatkan barisan dengan tidak memberikan sejengkal-pun ruang syetan untuk mengoyak kebersamaan ini, kemudian setiap kita punya porsi baik imam maupun makmum untuk bersuara, apabila imam benar kita aminkan dan apabila salah kita ingatkan dengan tata cara yang santun sesuai tuntunan-Nya, sehinga pada akhirnya kita menyudahi usaha kita dengan penuh keselamatan yang kita tebar ke kiri dan kanan kita.
Dan apabila dalam pelaksanaanya terdapat kesalahan kolektif, yang tidak kita sadari hingga tidak ada satupun dari kita yang mampu mengingatkan pada saat pelaksanaan, maka kita bersama-sama memohon ampunan-Nya dan bukan saling menyalahkan. Dan apabila dalam pelaksanaannya terdapat keberhasilan jama’ah, maka kita panjatkan syukur pada-Nya sehingga kita ditambahkan nikmat-Nya, dan bukan saling menjual keberhasilan tersebut hanya untuk kepentingan salah satu dari kita, beberapa gelintir dari kita, beberapa baris dari jama’ah kita.
Subhanallah, betapa indah pelajaran Allah tentang jama’ah sholat.

-amru nofhart-

Leave a Reply