Ini cerita hikmah dari seorang guru saya semasa di SMK dulu. Beliau guru mata pelajaran Kimia Analisa, Pak Herman namanya. Rambutnya masih lebat tapi berwarna perak merata, mungkin karena kebanyakan hapalan rumus reaksi kimia sehingga bereaksi juga dengan rambutnya.
Satu cerita yang selalu kami ingat adalah beliau dan kendaraan operasionalnya. Sebuah motor, maaf, butut menjadi tunggangan kebanggaannya. Motor merah era produksi 70’an yang kecepatan larinya sudah tidak pernah melebihi angka 30 km/jam.
Bahkan, kami para muridnya yang bandel ini (mungkin cuman saya dan gerombolan saya) seringkali menyalip beliau dari dua sisi dengan sepeda kami apabila kami dapati beliau di jalan pulang atau berangkat mengajar.
Bahkan, kami para muridnya yang bandel ini (mungkin cuman saya dan gerombolan saya) seringkali menyalip beliau dari dua sisi dengan sepeda kami apabila kami dapati beliau di jalan pulang atau berangkat mengajar.
Hal lain tentang tunggangannya adalah, saking sayangnya beliau dengan tunggangannya, hampir setiap minggu beliau turun mesin sang kuda besi dengan tangannya sendiri. Beliau mengerjakannya di halaman workshop sekolah selepas jam pelajaran. Yang sering terjadi adalah, banyaknya baut yang dibongkar akan “beranak” setelah tiba saatnya pasang.
Lalu beliau akan selalu kebingungan dan akhirnya menyimpan baut yang tak beruntung itu beserta teman-teman senasib hasil bongkar mesin sebelumnya. Alhasil, kami semua selalu khawatir kalau di tengah jalan sang kuda besi mengalami cedera berat.
Lalu beliau akan selalu kebingungan dan akhirnya menyimpan baut yang tak beruntung itu beserta teman-teman senasib hasil bongkar mesin sebelumnya. Alhasil, kami semua selalu khawatir kalau di tengah jalan sang kuda besi mengalami cedera berat.
Rumus Kecewa dari Pak Herman
Dari sekian banyak rumus kimia yang beliau ajarkan, tak satupun nempel di otak saya sekarang, saat tulisan ini dibuat. Apalagi periuk bulanan saya sekarang ini jauh dari “dunia ghaib” yang beliau ajarkan. Namun, ada satu rumus yang selalu saya ingat untuk menjadi bekal hidup hingga kini.
Kekecewaan (Kk) = Harapan (Ha) – Kenyataan (Ke)
Beliau bilang, kekecewaan adalah kondisi yang seringkali dihindari oleh manusia. Tapi kebanyakan manusia tidak mau tau apa penyebabnya. Di sini seharusnya keahlian terkait aksi-reaksi dipergunakan. Bahwa setiap kejadian selalu mengandung potensi kekecewaan, karena manusia selalu menyelipkan harapan.
Dalam rumus tersebut, kita diajarkan untuk tidak menghindari kekecewaan, tapi justru me-manage-nya dengan baik.
Manajemen Kekecewaan
Melalui rumus itu, kita tahu bahwa penyebab kekecewaan adalah harapan yang melebihi kenyataan. Sedangkan apabila kenyataan melebihi harapan akan menimbulkan kontra-kecewa, alias bahagia.
Dari sini kemudian kita pahami bahwa kebanyakan kondisi kehidupan manusia akan lebih cenderung kepada kekecewaan. Karena hanya sedikit manusia yang menempatkan harapan secara proporsional, yang ada seringkali kita terlalu berharap akan sesuatu.
Dari sini kemudian kita pahami bahwa kebanyakan kondisi kehidupan manusia akan lebih cenderung kepada kekecewaan. Karena hanya sedikit manusia yang menempatkan harapan secara proporsional, yang ada seringkali kita terlalu berharap akan sesuatu.
Karena dalam rumus tersebut ada dua unsur yang berada diluar kendali kita (Ke dan Kk), maka manusia yang bijak seharusnya bisa mengendalikan Ha, satu-satunya faktor yang bisa dia kuasai.
Karena kenyataan yang akan terjadi hanyalah milik Sang Maha Pemilik Skenario, dan kekecewaan adalah kondisi akibat yang hanya bisa kita perhitungkan tanpa kita bisa mengendalikannya secara utuh.
Karena kenyataan yang akan terjadi hanyalah milik Sang Maha Pemilik Skenario, dan kekecewaan adalah kondisi akibat yang hanya bisa kita perhitungkan tanpa kita bisa mengendalikannya secara utuh.
Manusia cerdas adalah yang bisa berharap secara proporsional
Kamu berharap tahun depan naik gaji, itu sudah pasti kan? Tapi berharaplah secara proporsional; lihat kinerja anda, lihat kondisi usaha. Itu pun masih bisa dibenturkan pada kekecewaan akibat subyektifitas pemberi gaji, betul kan?
Begitulah, sekarang kita tahu bahwa harapan tak selamanya dan tak sepenuhnya positif.
Berharap Agar Tak Pernah Kecewa
Lalu, bagaimana agar kita terhindar dari kondisi kecewa? Dengan kata lain, bagaimana agar kita selalu bahagia? Kalau itu yang kita cari selama ini di dunia, maka selamat : Anda telah membuat Malaikat Jibril tertawa.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa Jibril, Sang Panglima Para Malaikat yang susah tersenyum itu, pernah tertawa dan Nabi Muhammad pun bertanya kenapa? Jawabannya adalah kita, manusia yang selalu memburu bahagia di dunia padahal tidak akan didapati bahagia karena dunia itu fana.
Dan sesungguhnya untuk membahagiakan diri kita hanya bisa dicapai dengan mencukupkan diri dengan Allah. Hasbunallaahu wa nikmal wakil.
Dalam kaitannya dengan rumus di atas, maka sudah jelas bahwa satu-satunya harapan yang tidak akan menimbulkan kekecewaan adalah harapan hanya kepada-NYA.
Mari petik hikmah dari setiap kejadian disekitar kita.
@hartantoID