Ini cerita saya sekitar dua tahun yang lalu, saat itu memang masih banyak kerjaan yang mengharuskan saya sering ke bumi Kartini tersebut. Saat itu bahkan saya harus stay di kota pusat ukiran di Indonesia itu selama seminggu lebih, menemani seorang rekanan dari Korea untuk install sebuah alat disebuah pembangkit listrik disana.
Mungkin, sudah jadi kebiasaan orang negeri ginseng kalau selepas kerja seharian mereka lalu menghabiskan malam dengan makan dan minum soju (minuman fermentasi tradisional mereka). Nah, berhubung disini susah didapati komoditi tersebut, maka kami habiskan malam dengan makan sea food dan main billiard, ditemani minuman karbonasi yang berwarna hitam itu tuh…
Saya dan Minuman Soda Serta Billiard
Dulu, memang saya sangat menggemari minuman soda ini. Saking sukanya, sampai di masa sulit pun saya agendakan bersama seorang teman kalau akhir bulan habis gajian selalu membeli satu botol besar untuk sekedar menghabiskan malam dengan bermain gitar, obrolan ngalor-ngidul sampai larut, dengan cemilan kecil seadanya.
Pun, dengan bermain billiard. Sebenarnya itu adalah mainan lama semasa SMP dulu, bukan karena suka, hanya saja kebetulan permainan itu ada di sebelah persis mesin permainan ding-dong sehingga mau tidak mau menjadi familiar dan sesekali kami memainkannya.
Nah, lebih karena dilatarbelakangi sentimen masa lalu tersebut, maka saya sangat menikmati agenda tiap malam tersebut. Kami selesaikan pekerjaan di lapangan sekitar jam 16:30, bersiap dan membersihkan badan di hotel sampai lepas maghrib, kemudian bergadang tiap malam di tepi pantai hingga paling awal jam 23:00. Begitu seterusnya hingga tanpa saya sadari, tiap malam saya habiskan rata-rata 4-5 botol minuman soda tersebut.
Mabok Minuman Soda (Akhirnya…) Di Jepara
Di hari ke delapan saat sarapan di pagi hari, kelainan mulai saya rasakan di perut saya. Nasi goreng yang sangat lezat kelihatannya itu pun, susah masuk dan mengalami penolakan dari lambung saya. Akhirnya sarapan saya sudahi dan segera saya isi perut dengan teh manis hangat, berharap ini hanya masuk angin yang memang biasa menimpa saya.
Semakin siang saya rasakan badan semakin dingin dan perut makin terasa tidak karuan, setiap yang saya makan atau minum langsung ditolak oleh lambung dan akhirnya saya muntahkan keluar, sudah persis orang hamil muda, hehehe.
P3K pun segera dilakukan, saya dibawa ke klinik terdekat dan sang mantri (maaf disana belum ada dokter) menyatakan saya terkena “bising lambung”. Sebuah diagnosa “aneh” tapi cukup menggambarkan apa yang saya rasakan.
P3K pun segera dilakukan, saya dibawa ke klinik terdekat dan sang mantri (maaf disana belum ada dokter) menyatakan saya terkena “bising lambung”. Sebuah diagnosa “aneh” tapi cukup menggambarkan apa yang saya rasakan.
Karena keterbatasan fasilitas medis, saya pun terpaksa dilarikan ke Semarang, dengan kondisi sepanjang perjalanan saya mengerang kesakitan seperti orang hendak melahirkan (padahal tadi siang baru hamil muda ya?).
Hampir semua penumpang yang berada satu mobil bareng saya merasakan kecemasan, bahkan teman saya dari Korea yang tidak paham bahasa Indonesia pun ikut panik melihat wajah saya yang semakin cerah alias pucat, padahal biasanya saya hitam manis. Rupanya bahasa kesakitan itu sama di semua negara.
Hampir semua penumpang yang berada satu mobil bareng saya merasakan kecemasan, bahkan teman saya dari Korea yang tidak paham bahasa Indonesia pun ikut panik melihat wajah saya yang semakin cerah alias pucat, padahal biasanya saya hitam manis. Rupanya bahasa kesakitan itu sama di semua negara.
Di dekat kota Semarang, salah satu rekan berinisiatif menghubungi istri saya untuk memberi kabar dan sekaligus berkonsultasi apakah ada obat tertentu untuk saya.
Agak maksa memang karena istri saya dokter gigi, sedangkan yang saya derita saat itu terkait lambung. Tapi namanya istri memang dokter segala penyakit, dia langsung minta rombongan saya berhenti dan mencari susu sapi putih kemasan kaleng bergambar beruang putih yang iklannya ular naga putih. Absurb…
Agak maksa memang karena istri saya dokter gigi, sedangkan yang saya derita saat itu terkait lambung. Tapi namanya istri memang dokter segala penyakit, dia langsung minta rombongan saya berhenti dan mencari susu sapi putih kemasan kaleng bergambar beruang putih yang iklannya ular naga putih. Absurb…
Akhirnya, “bising lambung” yang saya derita pun mereda, dan saya bisa meneruskan perjalanan hingga ke rumah saya. Bertemu istri saya, dan kemudian dirawat selama seminggu karena asam lambung saya masih tergolong tinggi.
Dari saat itu, saya pribadi menjauhi minuman soda itu. Dan, pelajaran yang saya petik adalah bahwa segala sesuatu yang terlalu memang memabukkan, dan berakibat buruk untuk diri kita sendiri. Bahkan air putih pun kalau kita minum secara berlebihan pasti akan ada efek buruknya, menurut saya. Bagaimana menurut teman-teman? Adakah cerita mabok lainnya?
@hartantoID