Mother : by Manuel Schinner |
100 Hari Dan Orang-orang dari Masa Lalu
Sembilan bulan engkau mengandungku
Membawaku dalam kepayahanmu
Diantaranya sembari engkau mengejar ijazah persamaan SD-mu.
Disambi juga dengan agenda mengaji mingguan ke majelis Kyai Dimyati.
Sungguh, meski tak sadar secara pasti namun itulah pondasi yang akan membentuk diri.
Dalam timangan aku dibesarkan sebagai putra pertama kebanggaan.
Kenakalanku selagi kecil menjadi kelucuan pelipur payahmu.
Disanding aku dibesarkan dalam buaian penuh kasih sayang.
Diantaranya sembari engkau jajakan makanan di pertunjukan kesenian malam di setiap hajatan. Waktu itu, di bawah gerobak engkau hamparkan selendang sebagai alas tidurku diatas rumput lapang.
Sungguh, inilah kenangan jelas akan makna perjuangan yang paling membekas.
Dalam lafal do’amu aku jalani segenap jenjang pendidikan.
Mulai SD, SMP, SMK, hingga kuliah yang kebanyakan tak berbayar.
Mungkin memang tak pernah kau ajarkan aku bagaimana PR diselesaikan. Tapi bukankah semua telah kau ajarkan ketika aku dalam kandungan?
Sejatinya do’a dan perlindunganmulah yang menjadikanku mampu.
Sehingga kebanggaanmu atasku hanyalah wujud lain rasa syukurmu kepada-NYA.
Di setiap untai do’amu selalu engkau sisipkan namaku.
Sungguh itulah yang membuatku merindumu.
Kini, setelah lebih 100 hari engkau berpulang kepada-Nya.
Bahkan kuyakini disana engkau tetap membanggakanku ke sepenjuru penghuni syurga.
Bahwa dengan itulah engkau ungkapkan rasa syukurmu kepada Rabb-mu.
Dan, kini menjadi tugasku untuk melanjutkan tali yang pernah kau ikat.
Yang tiada akan erat jika tanpamu.
Meski mereka kini tampak seperti orang-orang dari masa lalu.
Tetap akan kupenuhi kewajibanku.
Semoga setiap kebaikan dariku meski sedikit, senantiasa mengalir kepadamu selaku pendidik.
Semoga segenap do’a yang terbaik, hanya untukmu yang selalu memberiku yang terbaik.
Ampuni, Kasihi di Yaa Rabb
Ma’afkan kesalahannya, Muliakanlah dia
Dengan Rahmat-Mu Tuhan Yang Maha Pengasih
Di selepas 100 hari, untukmu Ibu.